Jumat, 21 November 2014

Hujan..



Hujan...
Begitu ku nanti kedatanganya. Dingin, sejuk dan basah. Ketika hujan itu semakin lebat. Aku sangat menyukainya.
Di sertai kilat yang saling menyambar. Aku semakin menyukainya. Terlihat begitu ekstrim namun inilah lukisan alam yang terbentuk. Lukisan alam ketika musim penghujan datang. Hujan, tidak aku saja yang menunggu, melaikan banyak orang hingga tumbuhan pun menunggunya. Sudah kering kerontang tanah di desaku sebab hujan tak turun-turun. Namun saat ini berbeda. Hujan telah turun dengan lebatnya. Indah sekali.. penantian yang di tunggu sudah datang.
Namun, hujan kala ini begitu mengingatkanku kembali. Kenangan pahit yang sangat getir. Kenangan yang semestinya tak perlu ku ingat. Kenangan yang harusnya ku buang jauh-jauh. Namun sulit sekali untuk melupakannya. Kenangan-kenangan masa lalu yang begitu suram. Kenangan saat ku mengenalnya. Ya benar, mengenal sosok laki-laki untuk pertama kalinya. Mengenal dalam arti yang berbeda dari seorang teman. Bisa di bilang mengenal lebih dari sekedar teman dan sahabat. Pengenalan kami berjalan baik. Hingga sebuah janji terlontar dari nya. Akan keseriusannya dan berjanji akan saling menunggu hingga kuliah kami selesai. Namun, semua itu hanyalah bayang-bayang fatamorgana. Kata-kata yang terlontar begitu manis dalam sekejab berubah menjadi asam dan pahit. Pahit sekali.
Bermula pertemuan tak di sengaja. Perkenalan dari seorang  sahabat. Hingga akhirnya ku mengenalnya. Dengan kata-kata dan pengharapan yang berlebihan. Aku menyukai nya saat itu. Sosok yang sepertinya ku nanti. Namun kenyataannya tak sesuai apa yang ku harapkan. Harapan – harapan yang terucap, kata-kata romantis penuh kecintaan dan rayuan manis penuh gelora. Selalu muncul akan kehadirannya. Ternyata aku tertipu.
Ketika hujan...  Saat terakhir ku melihatnya dalam titik kebencian memuncak. Janji yang pernah di ucapkan akan setia hingga studi kita selesai dan mengarungi bak rumah tangga yang indah semuanya hilang terbawa guyuran hujan kala itu. Aku melihatnya berdua bersama seorang wanita yang sangat aku kenal, sedang bercumbu di sudut tanam kota. Astagfirullahaldzim. Sungguh tak bisa dibayangkan. Bagaimana perasaanku saat itu. Air mata ini tak bisa kutahan. Mengalir bersama guyuran hujan malam itu. Sakit, perih dan tak tertahankan kebenciannku pada mereka. Wanita itu adalah sahabat baikku yang mengenalkan ku dengan lelaki itu. Ternyata sahabat yang begitu ku sayang dan ku percaya benar-benar munafik!  Kala itu hatiku seperti daun berbentuk hati yang terpaksa di belah dengan belati tajam. Perihh...  
Namun, aku menyadari semua kesalahan ku. Telah melampaui batas yang semestinya. Setelah mengingat-ingat semua kenangan yang pernah ku lalui bersamanya, ternyata hanyalah pemupukan dosa. Saat itu aku semakin lupa akan Rabb ku, terlena atas nama cinta yang semu. Mungkin ini adalah sebuah teguran dari Allah, agar diri ini dapat terus memperbaiki diri dan mengingatnya dikala apapun. Dikala jatuh cinta pun harus tetap mengingatnya. Ini cinta atau nafsu.
Dan kini. Semua terjawab sudah. Begitu sayangnya Dia. Hingga membuka tabir yang selama ini menutupi mata hatiku. Dua sejoli yang telah menghianatiku, entah bagaimana kabarnya. Sejak saat itu aku berusaha untuk melupakannya dan menjadikannya sebuah pengalaman meskipun pahit ku rasa.
Ahh... hujan malam ini, begitu mengingatkan ku agar terus bersyukur dan bersabar menantikan sang pangeran berkuda putih hadir dalam kehidupanku. ..

*jangan berfikiran bahwa cerita ini di alami oleh penulis. penulis itu merdeka! :D 

Hayatun munawaroh
semarang, 10 Januari  2014


Share:

0 komentar:

Posting Komentar