Hujan...
Begitu ku nanti kedatanganya. Dingin, sejuk dan basah.
Ketika hujan itu semakin lebat. Aku sangat menyukainya.
Di sertai kilat yang
saling menyambar. Aku semakin menyukainya. Terlihat begitu ekstrim namun inilah
lukisan alam yang terbentuk. Lukisan alam ketika musim penghujan datang. Hujan,
tidak aku saja yang menunggu, melaikan banyak orang hingga tumbuhan pun
menunggunya. Sudah kering kerontang tanah di desaku sebab hujan tak
turun-turun. Namun saat ini berbeda. Hujan telah turun dengan lebatnya. Indah
sekali.. penantian yang di tunggu sudah datang.
Namun, hujan kala ini begitu mengingatkanku kembali.
Kenangan pahit yang sangat getir. Kenangan yang semestinya tak perlu ku ingat.
Kenangan yang harusnya ku buang jauh-jauh. Namun sulit sekali untuk
melupakannya. Kenangan-kenangan masa lalu yang begitu suram. Kenangan saat ku
mengenalnya. Ya benar, mengenal sosok laki-laki untuk pertama kalinya. Mengenal
dalam arti yang berbeda dari seorang teman. Bisa di bilang mengenal lebih dari
sekedar teman dan sahabat. Pengenalan kami berjalan baik. Hingga sebuah janji
terlontar dari nya. Akan keseriusannya dan berjanji akan saling menunggu hingga
kuliah kami selesai. Namun, semua itu hanyalah bayang-bayang fatamorgana.
Kata-kata yang terlontar begitu manis dalam sekejab berubah menjadi asam dan
pahit. Pahit sekali.
Bermula pertemuan tak di sengaja. Perkenalan dari seorang sahabat. Hingga akhirnya ku mengenalnya. Dengan
kata-kata dan pengharapan yang berlebihan. Aku menyukai nya saat itu. Sosok yang
sepertinya ku nanti. Namun kenyataannya tak sesuai apa yang ku harapkan. Harapan
– harapan yang terucap, kata-kata romantis penuh kecintaan dan rayuan manis penuh
gelora. Selalu muncul akan kehadirannya. Ternyata aku tertipu.
Ketika hujan... Saat terakhir
ku melihatnya dalam titik kebencian memuncak. Janji yang pernah di ucapkan akan
setia hingga studi kita selesai dan mengarungi bak rumah tangga yang indah
semuanya hilang terbawa guyuran hujan kala itu. Aku melihatnya berdua bersama
seorang wanita yang sangat aku kenal, sedang bercumbu di sudut tanam kota. Astagfirullahaldzim.
Sungguh tak bisa dibayangkan. Bagaimana perasaanku saat itu. Air mata ini tak
bisa kutahan. Mengalir bersama guyuran hujan malam itu. Sakit, perih dan tak
tertahankan kebenciannku pada mereka. Wanita itu adalah sahabat baikku yang
mengenalkan ku dengan lelaki itu. Ternyata sahabat yang begitu ku sayang dan ku
percaya benar-benar munafik! Kala itu
hatiku seperti daun berbentuk hati yang terpaksa di belah dengan belati tajam. Perihh...
Namun, aku menyadari semua kesalahan ku. Telah melampaui
batas yang semestinya. Setelah mengingat-ingat semua kenangan yang pernah ku
lalui bersamanya, ternyata hanyalah pemupukan dosa. Saat itu aku semakin lupa
akan Rabb ku, terlena atas nama cinta yang semu. Mungkin ini adalah sebuah
teguran dari Allah, agar diri ini dapat terus memperbaiki diri dan mengingatnya
dikala apapun. Dikala jatuh cinta pun harus tetap mengingatnya. Ini cinta atau
nafsu.
Dan kini. Semua terjawab sudah. Begitu sayangnya Dia. Hingga
membuka tabir yang selama ini menutupi mata hatiku. Dua sejoli yang telah
menghianatiku, entah bagaimana kabarnya. Sejak saat itu aku berusaha untuk
melupakannya dan menjadikannya sebuah pengalaman meskipun pahit ku rasa.
Ahh... hujan malam ini, begitu mengingatkan ku agar terus
bersyukur dan bersabar menantikan sang pangeran berkuda putih hadir dalam
kehidupanku. ..
*jangan berfikiran bahwa cerita ini di alami oleh penulis. penulis itu merdeka! :D
*jangan berfikiran bahwa cerita ini di alami oleh penulis. penulis itu merdeka! :D
Hayatun munawaroh
semarang, 10 Januari 2014
0 komentar:
Posting Komentar