Hembusan angin disore ini, menuntut jemari menuliskan
kembali. Goresan masa dulu, bersama tertawa dan menangis, melukis usia. Semua ini
telah jauh berbeda. sebaris kata yang lukiskan rasa. Jauh dimata dekat dihati.
Aku mengenalnya ketika diawal berada ditempat itu. Tempat
yang menurutku sangat asing. Bak diantah berantah. Jauh dari orang-orang yang
ku kenal. Tempat yang menorehkan sejarah. Di tempat itu aku dipertemukan.
Dengan gadis cantik, supel nan ceria. Baik hati, selalu gembira kepada
siapapun. Diawal perjumpaan. Ada satu kesan yang masih aku ingat hingga saat
ini. manis kurasa. Gadis berparas cantik itu, selalu saja membantu dikala
kesulitan menghadang, kedukaan menyapa dan kebimbangan menerjang. Dia selalu
ada, disaat ku membutuhkannya. Gadis berparas cantik itu, berumur jauh lebih
muda dariku. Namun, ia tak segan bergaul kepada siapa saja. Meskipun jauh lebih
tua atau muda. Kesan pertama yang ia hadirkan membuat aku simpati.
Gadis berparas cantik itu, bernama miazawa. Terlihat seperti
nama jepang. Namun, ia bukanlah keturunan jepang ataupun orang jepang. Dia
bersuku jawa tulen. Mungkin orang tuanya menyukai nama jepang. Sehingga ia
bernama demikian. 4 November adalah
tanggal dan bulan yang bersejarah baginya. Waktu dimana ia ada di dunia ini.
menyaksikan keanekaragaman dunia ini. hadir menjadi gadis cantik nan anggun. Kesederhanaan
pun tak lepas dari kepribadiannya. Semakin membuatnya berbeda dengan
orang-orang lain yang ku kenal.
Entah sejak kapan, aku dan dia semakin kian dekat. Sikap supel
dan cerianya yang membuatku betah berada disisinya. Sosok yang membuat hidupku
menjadi lebih berwarna, dengan segala keterbatasan. Namun, tak bisa dipungkiri.
Ketika kesalahpahaman sering kali menggelayuti. Menenggelamkan ikatan ukhuwah yang kian bersemi. Akan berhenti
sejenak. Merenungi kesalahan yang terlukiskan. Akan tetapi itu tak berlanggsung
lama. Ucapan maaf dan kesadaran diriku yang sering kali berbuat salah selalu
terlontar. Beserta keceriaan darinya yang selalu ku rindukan. Tawa renyahnya
dan cerita lucu yang menggelitik.
Bersama gadis berparas cantik itu. Ku belajar menjadi
seorang kakak. Yang menyanyai, mengayomi,
menyemangati dan menasehati ketika noktah kesalahan menggelayutinya. Meskipun,
aku tak pernah belajar khusus menjadi seorang kakak yang baik. Sebab aku anak
terakhir dari keluargaku. Secara otomatis tak memiliki adik. Namun, ia
membuatku belajar untuk bersikap dewasa, bertanggung jawab dan mengurangi sifat
manjaku, khas sifat anak bungsu. Bersamanya ku belajar mempunyai seorang adik
yang pandai, cantik, selalu ceria dan senyuman yang tak pernah terlepas dari
kedua bibirnya. Meski kadang menyebalkan. ^_^
Aku selalu mengingatnya dinda. Ketika kita selalu melakukan
tradisi yang sudah jarang orang lakukan. Surat menyurat itu. Masih aku simpan
rapi. Ada rasa haru biru, ketika harus membaca dan mengulangnya kembali. Kejadian
lucu dan unik. Meskipun kamar kita hanya dibatasi oleh sepetak kamar. Namun,
itu menjadi sebuah kenangan yang tak bisa dilupakan.
Kau ingat dinda? Ketika waktu yang sangat kau benci itu, memisahkan
kita? iya, aku tahu. Butiran air matamu tak berhenti, meskipun hanya sejenak. Tapi,
inilah kehendak-Nya. Kau tumpahkan seluruh keluh kesahmu, di pundakku. Aku pun
tak kuasa harus menerima kenyataan ini. perpisahan yang sejatinya benar-benar aku benci. Namun, inilah
kenyataannya. Jarak yang terhampar begitu luas, di pisahkan oleh lautan dan
pulau akan menjadi saksi betapa rasa kasih sayang dan persaudaraan ini tak akan
berakhir. Percayalah dinda...
Terimakasih dinda, goresan cinta yang pernah kita ukir dulu.
Akan selalu abadi. Dalam kanvas sejarah. Meski hanya sekejab. Namun, begitu
berharga. Dan tetap terkenang di tempat yang sangat menyejarah dalam hidupku. Maafkan
kakakmu ini, yang jauh dari sempurna. Tak mengerti kondisi adiknya dikala
kesulitan menghadang.
Salam rindu, teruntu adindaku tersayang. Semoga kau lulus
ujian dengan nilai yang memuaskan. Semangat belajar dindaku ^_^
Bandar Lampung, 12 Januari 2015
syukron katsiron ya ukhti
BalasHapusiya cantik... maafin mb ya :)
BalasHapus