Minggu, 29 Mei 2016

Kehendak yang Tidak Bisa di Tolak


Apa kabar imanmu?
Apa kabar dengan kekecewaanmu?
Lalu apa kabar dengan amanahmu?

Secarik kertas bertuliskan pesan singkat membuat ku terkejut. Entah siapa yang dengan sengaja meletakkan pesan singkat tersebut di Al-Qur’an birunya. Pertanyaan yang membuatku sedikit bimbang. Bimbang dengan maksud pesan itu. Dan bahagia karena ternyata ada sesorang yang mengkhawatirkanku. Bukankah rasa khawatir seseorang merupakan buah dari kasih sayangnya? Siapapun itu aku tetap ingin mencari tahu. Tak peduli itu wanita ataupun pria.
Sebab, memori itu telah kembali menganga. Mengingatkan akan kekecewaan yang telah berlalu.

***
Senja ini, hujan turun dengan derasnya. Aku duduk seorang diri di pelataran masjid menunggu hujan berhenti. Sembari kembali membaca dan terus memerhatikan secarik kertas yang aku temukan. Menerka-nerka siapakah gerangan yang menulisnya.
“Kamu kenapa? Matahari terlalu indah untuk melihat senyum mu yang murung seperti itu din.” Ucap santi mengagetkanku. Lalu duduk di sampingku. Menemani.
“... hmm.. aku tidak apa-apa san, ... balasku sekenanya
“aku sudah mengenalmu hampir 4 tahun dini, tidak mungkin jika tidak terjadi sesuatu..” cerca santi penuh selidik.
“baca ini”
“apa ini....? tulisanmu? Untuk ku? Harus aku jawab?”
“Bukan san.. itu di tujukan untukku. Tetapi aku tidak tahu siapa yang menulis dan meletakkan pada qur’anku.”
“Lantas, apa artinya?” Jawab santi bingung.
“Aku bingung harus memulai dari mana san. Saat ini aku sangat bersyukur tetap bersama kamu dan teman-teman lainnya. Aku bahagia sebab Allah masih percaya kepadaku untuk memegang amanah dalam dakwah ini. Aku berterimakasih sudah terlalu banyak membuat kamu dan teman-teman dengan suka rela menolongku dan mengingatkanku dalam hal kebaikan. Tak meninggalkanku dalam cacatnya iman yang berlarut-larut. Satu tahun lalu, ketika perombakan itu terjadi. Aku sempat di rundung kecewa yang berlebih. Kecewa dalam titik akhir batas kesabaranku. Mengapa aku tidak seperti kalian yang dengan bangga menyampaikan ilmu-ilmu segar tentang dakwah. Penuh semangat dalam memperjuangkan keadilan. Berkumpul dalam lingkaran sederhana itu di pagi, siang atau senja dengan rona merah ketika menyambut petang. Aku kecewa sekaligus iri dengan segala yang kalian dapatkan. Lantas aku? Sama seperti kalian yang tetap berkontribusi dalam dakwah ini. Dengan jiwa dan ragaku. Dengan segala kemampuan yang aku punya. Tapi nyatanya? Sampai satu tahun lebih aku tidak mendapat asupan nutrisi dan gizi dari dakwah ini. Kekecewaanku memuncak hingga satu tahun lamanya. Sempat aku berpikir, apakah ini adil bagiku? Aku telah memberi segalanya, namun tidak ada balasan? ....” aku berhenti sejenak, menghapus air mata yang terus mengalir. 

Santi mendengarkanku dengan seksama dengan kedua mata yang sudah mulai berkaca-kaca.
“hingga di titik akhir kepengurusan aku terjebak dalam percakapan hebat dengan salah satu senior san. Aku memutuskan untuk berhenti dan menghilang. Menghilang dari apapun itu. Aku ingin menenangkan diri. Mungkin dengan menghilang dan pergi bisa membuat kecewaku hilang bersama waktu. Nasihat tajam dan teguran keras aku terima kala itu. Tapi gendang telingaku, ku rasa telah pecah. Semua itu tidak sama sekali aku dengar. Kekecewaan ku telah memuncak. Mungkin kala itu imanku memang sudah compang camping. Tidak berbentuk mutiara indah. Tak nikmat untuk di pandang. Namun, niat yang sudah bulat tadi tidak mendapat ridho dari Allah. Allah berkata lain dalam skenario-Nya. Entah mengapa kekecewaan itu sirna secara perlahan. Belum sempat aku menghilang hatiku kembali membaik. Aku pun tidak tahu perihal apa yang membuatku menghilangkan kecewa yang sudah berkarat itu. Hingga detik ini aku sangat bersyukur. Sebab segala yang telah kita inginkan tidak sepenuhnya mendapat ridho-Nya. Laksana tumbuhan yang layu dan hendak mati, akan kembali hidup sebab pemiliknya merawat dan memberikan air....” napasku kembali ku atur sembari mengembangkan senyum. 

“subhanallah, ternyata Allah masih menjagamu dini, Allah tidak ingin hambanya yang luar biasa seperti kamu hilang termakan kecewa.  mengapa kamu baru cerita? Lalu, perihal apa yang membuat mengusir kecewa mu?” ucap santi menggerakkan tangannya lalu memelukku dengan air mata yang telah mengalir. 

Sudah aku katakan, tidak ada yang membuatku mengusir kecewa itu dengan tiba-tiba.. mungkin itu Allah. Hhe... sudah jangan menangis. Aku saja senyum nih ” jawabku dengan khas humor yang garing.
Aku benar-benar bangga terhadapmu din.. tidak semua orang dapat bertahan sepertimu. Tetap bersabar. Janji Allah memang tidak akan pernah salah. Setelah apa yang kamu lakukan dengan dakwah ini Allah tidak akan melepas dan membiarkan hambanya menuju kejahiliahan kembali. 

Din... berjamaah itu memang menyakitkan, tetapi dengan berjamaah jauh baik dari pada sendiri. Ketika yang lain menyakitimu ada yang lain lagi yang akan membantumu. Menolongmu dalam segala kepayahan...” ucap santi bersama senyuman ramahnya.. 

Terimakasih telah menjadi keluarga, sahabat atau apapun itu namanya bagi dini. Semoga niat baik kita tetap menjadi yang terbaik dalam sejarah. Iman itu ada kalanya naik dan turun. Dan dengan berjamaah semoga iman ini tetap selalu stabil dan terus membaik.
Percakapan senja itu terhenti dengan hujan yang telah mereda.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar