Jumat, 09 Januari 2015

Nekat Treveller Part 1



Sepenggal kisah perjalanan nekat ku. Berkeliling jawa tengah-jogja. Seorang diri!  
 
Cerita ini flashback satu tahun lalu. Tepat di awal bulan januari 2014. Keinginan yang mendorong untuk mengambil ijazah yang masih tertahan di pondok pesantren. 3 tahun terakhir, ku habiskan sebagian hidupku bersama sahabat seperjuangan di pondok pesantren. Bahagia, suka dan duka telah terlewati. Manis asinnya hidup di pesantren sudah cukup untuk mengisi pengalaman hidup. Indah. Sekarang, saatnya aku kembali. Menyapa dan bersilahturahmi dengan kyai serta para asatidz dan asatidzah yang masih di pesantren. Dan tak lupa juga adik-adik tingkat yang tetap semangat menikmati manisnya ilmu.
Tak bertemankan siapapun. Hanya satu ransel kesayanganku dan satu buah hanphone jadul. Serta keberanian yang membara. Meski ini bukanlah trip pertamaku ke jawa tengah. Namun, satu tujuan utama, selain untuk mengambil ijazah dan singgah sementara di pesantren. “semarang-jogja”.
Satu hari semalam, kuhabiskan waktu di perjalanan. Trevel langgananku selama nyantri. Perjalanan panjang yang sangat aku rindukan. Perjalanan yang ku habiskan dengan melihat kota-kota yang terlewati. Perjalanan yang menghabiskan waktu dan tenaga. Gapura Pati Bumi Mina Tani telah menyambut kedatanganku. Tak menyangka,  akhirnya dapat berkunjung kembali di kota ini. kota bersejarah. Pati. Setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam. Desa Kadjen. Yang lebih dikenal dengan kota santri, telah berada di depan mata. Ku lihat, segerombolan santriwati dengan kitab-kitab usang nan tebal berada di tangannya. Aku rasa, mereka baru pulang dari sekolah. Riuh rendah percakapan mereka, gelak tawa mereka. Mengingatkanku ketika aku berada diposisi mereka. Ahh.. aku sungguh rindu. Dimana kalian semua sahabatku??
Hanya 2 hari ku habiskan waktu berhargaku bersama pesantren tercinta. Sebab waktu memintaku untuk harus kembali. Melanjutkan ekpedisi ini. ijazah telah ditangan. Oke. Nekat trevellerku di mulai. Bermodalkan handpone dan uang yang pas-pasan. Aku putuskan menggunakan bis pati-tayu. Sebelum menuju semarang. Sebab tidak ada bis jurusan semarang dari kadjen. Bis semarang hanya ada di terminal pati. Tidak sampai satu jam, aku tiba di terminal pati. Ku tunggu bis jurusan semarang. Tak lama dari itu, bis telah ku dapatkan. Bis ekonomi yang aku pilih. Sebab uang yang pas-pasan mengingatkanku untuk tetap hemat. Karena perjalanan masih panjang. 3 jam perjalanan ku habiskan dalam bis ini. tibalah aku di terminal terboyo.
Asslamualaikum Semarang! Sudah lama sekali aku tak mengunjungimu. Dalam jangka 3 tahun terakhir. Aku sempat sekali main kesemarang, tapi itu pun hanya diajak kawan yang secara otomatis tak mengerti dengan jalan. handphone tak terlepas dari tanganku. Ku hubungi selalu temanku. Bis apa yang harus aku naiki setelah ini. berapa tarifnya dan harus turun dimana. Oke fiks, aku sudah tahu. Bis trans semarang yang menjadi tujuanku. Tanpa berpikir panjang, ku coba mencarinya. Terminal terboyo yang terlihat luas di kacamataku yang seorang diri. Agak sedikit kebingungan. Terlalu banyak bis yang berbaris rapi. Entah jurusan apa itu. Tapi yang ku tahu. Bis trans semarang itu berwarna merah. Ku coba bertanya dengan pedagang asongan yang berlalu lalang di terminal. Dengan rasa haus yang mencekam. Ku coba tenangkan diriku. Agar tak terlihat kebingungan dan seperti anak hilang. Setelah bertanya kesana kemari. Aku ikuti seorang ibu yang ternyata mencari bis trans semarang juga. Dengan berjalan kaki sedikit jauh dari terminal. Aku temukan bis nya. Syukur alhamdulillah.
 Bis berjalan dengan tenang. Sebab tak banyak penumpang yang masuk. Hanya beberapa pegawai, ibu-ibu dan aku. Mahasiswi seorang diri. Tak lama dari itu, bis berhenti di halte. Bis terasa penuh sesak oleh pelajar yang baru pulang sekolah, di tambah ibu-ibu guru. Aku semakin bingung. Harus berenti dimana? 1 jam perjalanan terlewati. Mengapa halte menuju ini tidak sampai-sampai?. Rasa gelisah tak henti-hentinya menghantui. Bersama rasa lapar dan haus yang memuncak. Tak laam dari itu. Dengan suaranya yang menggelegar, kernet bis mengumumkan tujuan halte ini untuk segera siap-siap. Alhamdulillah. Napas lega terasa.
Dan aku kembali dirundung kegelisahan. Dimana kawanku ini? sebelumnya kami berjanji untuk bertemu di PLN dekat halte ini. tapi dimana PLNnya? Seluruh jalanan telah ku lihat dan tak ada satupun tulisan PLN disini. Ku coba hubungi hanphonenya. Tidak aktif! Allahuakbar, harus bertanya dengan siapa lagi aku. Ku coba berulang kali. Bisa! Kutanya dengan tergesa-gesa. Kamu dimana? Saya sudah di halte. Dimana PLN nya? Tenyata aku harus menyebrang terlebih dahulu. Tapi? Tetap saja tidak ada itu PLN. Ku coba bertanya dengan penjual buah di pinggir jalan. Ternyata, letak PLN yang di maksud di sebrang jalan sana. Harus berjalan kaki lagi kira-kira sekitar 50 m.  Fiuuuhh... rasa lapar dan sebal semakin membuatku hilang kesabaran!
Agak sedikit kesal, ternyata kawanku ini belum juga sampai. Aku sudah berdiri persis di depan gardu induk PLN. Cukup besar juga kulihat. Tak seperti PLN yang ada dilampung. Ku coba untuk meneleponnya kembali. Sekali, dua kali, tiga kali. Tetap saja tak di angkat. Geerrzzzz... semakin geram aku dibuatnya. Perut yang sudah tak bisa diajak kompromi, haus dan lapar semakin mencekam.
Akhirnya, kulihat teman kesayanganku dari jauh melambai-lambai. Sambil mengendarai sepeda motor. Rasa lega kembali datang! Alhmdulillah
Tujuan ekpedisi pertamaku adalah ke Universitas Negeri Semarang(UNNES). Sebab ada dua sahabat tersayangku yang melanjutkan kuliah di universitas ini. percakapan singkat terjalin diatas motor. dia sempat sedikit ragu ketika melambaikan tangannya. Benarkah itu aku atau bukan. Aku bisa menduga itu, dilihat dari raut wajah yang terpancar. Mungkin, karena penampilanku yang jauh berbeda sejak 3 tahun terkahir. Obrolan ringan yang sedikit kikuk tak berlangsung lama. Sebab aku terpesona melihat jalanan yang meliuk-liuk. Asli jalanan pegunungan. Dan baru ku pahami bahwa UNNES terletak didaerah pegunungan. Jalanan terjal, menanjak dan tikungan tajam sudah biasa bagi mereka. Namun, bagiku? Ini sangat mengerikan!
Pesona alam yang indah khas pegunungan membersamaiku sepanjang perjalanan. Walaupun daerah ini pegunungan. Tetapi sudah sangat  ramai. Seperti kota yang pindah ke atas gunung. Pikirku. Terdapat banyak kampus yang berderetan. Akademik maupun universitas. Kurang lebih setengah perjalanan. Tibalah aku di universitas semarang. Namun, baru masuk kedalam gerbang belakang. Tujuan pertama, kost temanku. Rasa rindu yang tak terbendung, tak tertahankan. Dengan hitungan detik dapat pecah, terurai dan terobati. Sebab bertemu dengan sahabat lama. Teman seperjuangan. Sebut saja namanya Nurhayati. Sahabat terbaik yang pernah aku kenal. Namun, harus terpisah dengan jarak yang amat luas terbentang. Tangisan haru tak dapat kami hindarkan. Pelukan hangat khas persahabatan menyertai. Indah, senang. Rindu yang tak terejawantahkan kala itu dapat terobati. Obrolan singkat. Turut menyertai. Begitupun dengan sahabat ku satu lagi. Yang menjemputku tadi. Indahnya sebuah persahabatan.
Tanpa pikir panjang. Hal yang aku ucapkan adalah. Dimana ada warung makan! Sebab perutku menjerit-jerit, tak tertahan lagi. Baiklah, kami makan bertiga tanpa mengeluarkan uang. Alias di traktir nur. Hehe
Malam hari, tak ku lewatkan begitu saja. Aku dan nur, berkeliling UNNES. Suasana malam yang indah. udara semarang yang sedikit sejuk dan orang-orang asing disekelilingku. Ku lanjutkan pejalanan malam ini tanpa ipin. Ya, sahabatku satu lagi. Sebab masih ada sedikit urusan malam ini. namun, ia berjanji untuk menemaniku jalan-jalan besok pagi. Mengelilingi UNNES.
Kami singgah di danau UNNES. Tak jauh berbeda dengan embung yang ada di kampusku. Hanya saja sedikit lebih indah, dengan rumah kayu yang menjorok ke dalam danau. Malam yang pekat nan hening membersamai obrolan malam kita. menanyakan kesibukan masing-masing, kabar terbaru, aktivitas terhangat serta gejolak hati yang bergenderang. Kembali mengenang ketika di pesantren, disekolah hingga kawan-kawan yang  kuliah di UNNES. Banyak sekali perubahan yang ada. Khususnya diriku. Rasa keheranan pun menyelimuti wajah hitam manis nur, yang terkena cahaya lampu jalanan.  Tak tanggung-tanggung. Obrolan kami tak terasa hingga jam 10 malam.  Kami memutuskan membeli bebrapa makanan, sebelum pulang ke kost.
****
Tunggu part selanjutnya. Semarang yang selalu ku rindu. ^^
Share:

0 komentar:

Posting Komentar