Selepas isya’ obrolan ringanku menjadi kian berat.
Yang awalnya hanya sebuah sapaan hangat menjadi sapaan yang
mendinginkan.
Antara aku dan kamu.
Ini bukan soal perasaan apalagi jatuh cinta.
Ini soal hati yang kian tidak menentu dengan keadaan.
Kondisi psikologi, ruhiyah dan jasadku sedang bermasalah
belakangan ini. Dan harus aku korbankan di atas beban orang lain. Sebenarnya tidak
di sengaja. Ya ... tidak aku sengaja. Benar!
Obrolan berawal dengan sapaan hangatnya. Berbincang seperti
biasa. Menanyakan kabar, aktifitas hingga menyudutkan pada satu amanah.
“Apakah di periode depan kamu akan tetap bertahan?”
Pertanyaan singkat yang membuat bibirku kelu untuk menjawab.
“ aku ingin resign kak” jawabku singkat memutar otak.
Dan nyatanya. Jawabanku menimbulkan perbincangan hebat di
antara kedua manusia yang terpisah jarak ini. Ada rasa keganjalan dalam ucapan
singkatku.
Ia berusaha mencari-cari alasan mengapa hal itu ingin aku lakukan.
Mencari pembenaran jangan sampai hal itu terjadi.
Ku jawab sebisa nya. Ku jawab seadanya. Ku jawab sekenanya. Toh..
itu yang bisa aku jawab. Ada rasa kekecewaan yang sempat tergores dalam hatiku.
Itu bukan karena siapa ataupun apa. Tapi sesuatu yang benar2 tidak bisa aku
ceritakan sedikitpun. Ekpektasi yang tidak sesuai realita menjadi salah satu
hal. Ada begitu banyak yang tidak bisa aku jelaskan. Mungkin benar pemikiranku
sudah liar... sama seperti yang kamu ucapkan.
Kamu tidak menerima dengan jawabanku. Dengan segala nasihat
dan wejangan malammu membuat aku untuk terus bertahan. Kau berikan
contoh-contoh. Argumen-argumen terhebatmu untuk tetap mempertahankan.
Terimakasih untuk dukungan, nasihat dll yang tidak bisa aku
sebutkan. Biarkan waktu yang menjawab. Walau kenyataan waktu tidak bisa
berjalan. Hanya diam dan bedetak. Aku tidak ingin membuat kecewa orang lain. Sudah
terlalu banyak orang2 kecewa terhadapku.
Jadi.. biarkan aku pergi berkelana. Melepaskan beban2 yang
kian mneumpuk dalam dada.
Sekian. Selamat malam.
Sidomulyo, 4 Januari 2016
@Life
0 komentar:
Posting Komentar